Kehadiran bulan Ramadhan yang biasa disemarakkan
dalam acara tarhib Ramadhan seringkali dimanfaatkan oleh banyak orang
sebagai waktu untuk berbenah diri, membersihkan hati dan mempererat kembali
tali silahturahim dengan sanak famili. Kebersihan dan kesiapan hati menyambut
Ramadhan akan terasa lebih indah jika dicerminkan dari hati yang suci. Karena
itu, seringkali kita melakukan persiapan fisik dan mental untuk menyambut bulan
puasa selama satu bulan penuh ini.
Pada detik-detik menjelang
kehadiran bulan Ramadhan, kita seringkali melakukan berbagai seremonial dan
acara-acara keagamaan untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan. Ya, itulah yang
biasa kita kenal dengan istilah tarhib Ramadhan alias menyambut Ramadhan.
Istilah tarhib yang dalam bahasa Indonesia diartikan dengan
"menyambut" memiliki makna filosofis yang cukup dalam. Ramadhan yang
kita sambut ini berarti sesuatu yang memang kita tunggu-tunggu kehadirannya. Entah
bagaimana perasaan kita ketika sedang menunggu saat-saat yang mendebarkan hati?
Apalagi sudah ditunggu-tunggu selama sebelas bulan. Sikap tersebut adalah wujud
begitu besarnya cinta kita terhadap bulan ini.
Di lingkungan kita, pada saat
menjelang bulan Ramadhan, terdapat tradisi unik untuk mengungkapkan kebahagiaan
luar biasa. Ada yang berpawai ria dan konvoi, ada pula yang melakukan long
march, ada yang menyebar jadwal imsak, ada yang silaturahim seperti halnya
lebaran, ada yang bermaaf-maafan, ada yang kumpulan, ziarah ke makam keluarga
alias nyekar, ngariung, megengan, munggahan, kirab, dan masih banyak
lagi tradisi sejenis lainnya. Bahkan tidak sedikit pedagang yang menabung hasil
jerih payahnya selama sebelsa bulan hanya untuk persiapan Ramadhan. Selama
Ramadhan ia memilih mudik dan tidak berjualan agar bisa fokus beribadah.
Apapun kegiatannya, yang jelas itu
semua adalan bentuk ungkapan kegembiraan menyambut Ramadhan. Jika kita bisa
bergembira menyambut Ramadhan, maka seharusnya kita bisa lebih bergembira dan
semangat lagi kalau Ramadhan tersebut telah datang, seperti saat ini.
Lalu, bagaimanakah cara Rasulullah
saw menyambut Ramadhan, alias tarhib Ramadhan? Beliau melakukan tarhib
Ramadhan jauh-jauh hari sebelum datangnya Ramadhan. Pada bulan Sya’ban,
Rasulullah saw pun semakin meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadahnya.
Beliau saw, misalnya, tidak pernah melakukan puasa sunah sebanyak yang
dilakukan di bulan Sya’ban. Salah satu dari hikmah memperbanyak puasa di bulan
Sya'ban adalah sebagai latihan puasa selama sebulan penuh di bulan Ramadhan.
Apakah itu bukan sebuah tarhib? Ya, begitulah salah satu cara Nabi
menyambut kehadiran Ramadhan, sebulan sebelumnya telah dipersiapkan
matang-matang.
Di samping itu, jika kita baca
hadis-hadis Rasulullah saw yang lain, pasti kita juga akan mendapati cara-cara
beliau yang lain menyambut kehadiran bulan suci ini. Adalah baginda Nabi
Muhammad saw yang benar-benar melakukan tarhib Ramadhan paling meriah
dan paling lama. Beliau melakukan tarhib Ramadhan tidak cukup sehari
atau dua hari saja. Beliau mempersiapkan penyambutan Ramadhan mulai dari
menjelang kedatangannya hingga kepulangannya. Ketika sudah datang pun, Ramadhan
masih juga beliau sambut dengan meriah. Dengan demikian, setiap hari di bulan
Ramadhan adalah tamu agung yang berbeda-beda. Hari-hari Ramadhan bak tamu agung
yang datang silih berganti.
Penyambutan Ramadhan tidak
dilakukan dengan sekadar mengungkapkan rasa bahagia atau gembira saja,
melainkan dengan persiapan matang secara fisik dan mental agar kuat dalam
menjalankan ibadah spesial selama sebulan penuh itu. Riwayat tentang jaminan
bebas neraka karena kegembiraan dalam menyambut bulan Ramadhan sebagaimana yang
popular di kalangan kita adalah tidak berdasar alias palsu.
النِّيْرَانِ
عَلَى جَسَدَهُ اللهُ حَرَّمَ رَمَضَانَ
بِدُخُوْلِ فَرِحَ مَن
"Siapa yang bergembira karena
menyambut datangnya bulan Ramadhan, niscaya Allah haramkan jasadnya dari
neraka."
Riwayat tersebut hanya dapat
dijumpai dalam kita Durratunnasihin, namun tanpa sanad. Sementara itu,
untuk bisa menyatakan bahwa hadis tersebut sahih dari nabi Muhammad saw adalah
dengan sanad tersebut. Siapa yang menyampaikan hadis tersebut menjadi penting
untuk diketahui dan dikaji. Karena tidak juga ditemukan, maka para ulama
menegaskan bahwa ungkapan tersebut bukan sebuah hadis Nabi saw. Entah siapa
yang pertama kali mengucapkan ungkapan itu, namun yang jelas, bila ungkapan itu
dinisbahkan kepada Nabi saw, maka hal itu menjadi hadis palsu dan kebohongan
atas nama nabi yang pelaku dan pengedarnya diancam neraka. Na'udzubillah wa
nastaghfiruh.
Bergembira menyambut Ramadhan
adalah sesuatu yang sah-sah saja dilakukan. Namun, jika menjadikan hadis palsu
di atas sebagai dasarnya, hal ini menjadi masalah baru dalam beragama. Masih
banyak hadis-hadis sahih dari Nabi yang menyatakan kegembiraan akan kedatangan
bulan Ramadhan selain hadis palsu di atas. Cukuplah bagi kita dasar-dasar dari
al-Quran dan sunnah-sunnah nabi yang sahih sebagai acuan beragama kita, di
dalam maupun di luar Ramadhan.
Adalah Nabi Muhammad saw orang yang selalu
memotivasi para sahabatnya dalam berbagai hal, khususnya masalah keislaman dan
Ramadhan. Beliau selalu menyemarakkan malam-malam Ramadhan untuk qiyamullail.
Beliau bersabda,
ذَنْبِهِ
مِنْ تَقَدَّمَ مَا لَهُ غُفِرَ
وَاحْتِسَابًا إِيْمَانَا رَمَضَانَ قَامَ مَنْ
"Siapa yang bangun (menyemarakkan
malam-malam) Ramadhan karena iman dan mengharap ridha Allah, pasti akan
diampuni dosa-dosanya yang telah lalu."
Tentu, yang dosa yang diampuni sebagaimana janji
Allah tersebut adalah dosa-dosa kecil, karena kalau dosa besar seperti syirik,
zina, membunuh orang, dan sejenisnya diperlukan taubat nasuha. Apalagi jika
dosa tersebut menyangkut hak orang lain, maka harus minta maaf terlebih dahulu
kepada yang berhak. Nah, begitulah cara Nabi menyambut ramadhan di malam hari.
Lalu, bagaimana cara beliau menyambut hari-hari Ramadhan kala siang hari?
Rasulullah saw bersabda,
ذَنْبِهِ
مِنْ تَقَدَّمَ مَا لَهُ غُفِرَ
وَاحْتِسَابًا إِيْمَانَا رَمَضَانَ صَامَ مَن
"Siapa yang puasa (di siang) Ramadhan karena
iman dan mengharap ridha Allah, pasti akan diampuni dosa-dosanya yang telah
lalu."
Kalau di malam hari, Nabi memotivasi kita untuk
bergadang yang diisi dengan ibadah alias qiyamullail, maka pada siang
harinya, kita diperintahkan untuk berpuasa. Awas jangan sampe bolong kalau
tidak benar-benar dalam kondisi darurat karena sakit, musafir, atau datang
bulan bagi wanita. Itu pun harus diganti. Demikianlah, kalau semua itu kita
lakukan dengan ikhlas karena Allah, pasti bakal diampuni dosa-dosa kita yang
telah lalu. Dengan ampunan itulah, kita bisa selamat dari lahapan Neraka, Si
jago merah itu. Mudah, bukan?
Kalau biasanya di saing hari kita makan-minum,
jalan-jalan, maka pastilah hal itu menguras tenaga dan juga kantong. Nah,
dengan puasa kita tidak menguras apa-apa. Berarti lebih mudah dong! Di samping
itu, pada malam hari kita juga biasa bergadang, apalagi kalau ada pertandingan
bola, maka pada malam Ramadhan kita juga melakukan hal yang sama, bergadang
juga. Malahan, kali ini bisa rame-rame lagi bareng keluarga dan masyarakat.
Tidak perlu berlama-lama, asalkan dilakukan dengan penuh keihlasan dan
istikamah, yang penting bergadangnya tidak disalahgunakan. Begitulah kanjeng
Nabi kita menyambut hari per hari di bulan Ramadhan. Berikut adalah testimonial
istri-istri beliau mengenai amaliyah Nabi saw di bulan suci,
مِئزَرَهُ
وَشَدَّ أهْلَهُ وَأيْقَظَ لَيْلَهُ أحْيَا رَمَضَانَ مِنْ
الأَوَاخِرَ العَشْرَ دَخَلَ إِذَا وَسَلَّمَ
عَلَيْهِ اللهُ صَلَّى اللهِ
رَسُوْلُ كَان
((متفقٌ
عَلَيْهِ))
"Dulu, Nabi saw ketika sudah memasuki
sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan) selalu menghhidupkan malamnya,
membangunkan keluarganya, dan mengencangkan sarungnya (tidak menggauli
istri-istrinya)." (HR. Bukhari dan Muslim)
لا
مَا مِنْهُ الأوَاخِرِ العَشْرِ
وَفِي ،غَيْرِهِ في يَجْتَهِدُ لاَ
مَا رَمَضَانَ في يَجْتَهِدُ - وَسَلَّمَ
عَلَيْهِ اللهُ صَلَّى- اللهِ
رَسُوْلُ كَان
(رواه
مسلم).غَيْرِهِ في يَجْتَهِد
"Dulu, Nabi saw selalu bersungguh-sungguh
(ibadah) di bulan Ramadhan melebihi kesungguhan beliau di bulan lain. Dan di
sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, juga melebihi hari-hari selainnya."
(HR. Muslim)
Malam-malam ramadhan selalu disemarakkan dengan
beribadah, qiyamullail: Shalat malam, membaca al-Quran, daibadah-ibadah
lainnya. Semarak malam-malam ramadhan juga diramaikan oleh keluarga beliau dan
bahkan masyarakat sekitarnya. Pernah suatu ketika, Nabi sedang menyemarakkan
malam-malam Ramadhan, kemudian diketahui oleh para sahabat, maka pada malam
berikutnya, beliau dikejutkan dengan banyaknya sahabat yang turut mengikuti
beliau di masjid. Lalu, nabi pun kasihan terhadap mereka sehingga beliau
melaksanakannya di rumah agar hal tersebut tidak diwajibkan bagi umatnya.
Begitulah cara Nabi dan masayarakatnya melakukan tarhib ramadhan
hingga paripurna. Adakah di antara kita yang menyambut Ramadhan lebih semarak
dan meriah dibanding Nabi dan sahabatnya itu?
Demikianlah, wujud kegembiraan yang hakiki dalam
menyambut hadirnya bulan Ramadhan. Ketika yang disambut, dirindukan dan
dinanti-nanti telah tiba, ia tidaklah dilewatkan begitu saja. Begitu
istimewanya bulan Ramadhan, maka sepuluh malam terakhir itu pun oleh nabi
sekaligus dijadikan sebagai malam perpisahan, Farewell party dengan
ramadhan. Entah, kegiatan apakah di seluruh belahan dunia ini yang acara pesta
penutupan dan perpisahannya dilakukan selama sepuluh hari? Apalagi di
malam-malam farewell party itu ada satu malam penganugerahan seribu
bulan. Itulah malam teristimewa yang tidak di dapati di malam-malam yang lain, lailatul
qadar. Pasti seru, beramai-ramai setiap malam bersama keluarga di bulan
Ramadhan yang kita sayangi, kita nanti-natikan sampai kedatangannya saja
dirayakan secara besar-besaran. Sebenarnya, kita semua sudah mengetahui dan
bahkan menyadari betul akan hal tersebut. Namun, kita seringkali lupa bahwa
itulah esensi tarhib Ramadhan, penyambutan bulan Ramadhan yang hakiki.
Bukan, sekadar mengungkapkan kegembiraan saat menjelang Ramadhan atau di
awalnya saja, melainkan setiap hari dan setiap saat hingga Ramadhan itu pulang
dan akan datang kembali..
Tentu kita seharusnya juga masih ingat dan sadar
betul atas apa yang selalu kita minta selama dua bulan penuh menjelang
Ramadhan. Ya, di bulan Rajab dan Sya'ban kita hampir setiap hari diajari sebuah
doa agar disampaikan pada bulan Ramadhan.
رَمَضَانَ
وَبلِّغْنَا وَشَعْبَانَ رَجَبَ فِيْ لَنَا
بَارِكْ اَللَّهُمَّ
"Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab
dan Sya'ban, dan sampaikanlah (umur) kami kepada bulan Ramadhan."
Lalu, apa esensi doa tersebut? Buat apakah doa
tersebut? Tentu kita memohon-mohon selama dua bulan penuh itu tidak lain adalah
agar bisa menyantap keberkahan tak terhingga di bulan Ramadhan ini. Maka, kini
adalah saat yang tepat untuk menepati janji kita karena doa kita telah
dikabulkan oleh Allah. Kini kita masih sempat membaca tulisan ini, berarti kita
benar-benar diberikan kesempatan menikmati Ramadhan. Waffaqanallahu Lima
yuhibbuhu wa yardlah. Amin….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar