Seorang pemuda yang komitmen beragama
maju untuk menikah. Dia mulai mencari calon pasangan perempuan. Syarat
satu-satunya adalah agar dia seorang wanita yang komitmen, berakhlak,
dan kuat agama. Dan setelah melalui pencarian, kini dia telah menemukan
gadis tersebut, sebagaimana ciri-ciri yang diinginkan.
Setelah melamar, dan ketika ia telah bersiap-siap untuk menikah, tiba-tiba calon mempelai perempuan menolak dan mengatakan bahwa dia tidak ingin menikah. Keluarganya terheran melihat keputusannya yang mengagetkan, setelah sebelumnya memberikan kesanggupan. Pemuda itu meminta sang gadis untuk menjelaskan penolakannya, namun justru ia membawakan alasan-alasan yang lemah. Setelah itu, perkaranya ditangani oleh ibunya yang merasa sangat sedih dengan keputusan ini. Terlebih, pemuda itu terkenal dengan bagus akhlak dan budi pekertinya.
Setelah melamar, dan ketika ia telah bersiap-siap untuk menikah, tiba-tiba calon mempelai perempuan menolak dan mengatakan bahwa dia tidak ingin menikah. Keluarganya terheran melihat keputusannya yang mengagetkan, setelah sebelumnya memberikan kesanggupan. Pemuda itu meminta sang gadis untuk menjelaskan penolakannya, namun justru ia membawakan alasan-alasan yang lemah. Setelah itu, perkaranya ditangani oleh ibunya yang merasa sangat sedih dengan keputusan ini. Terlebih, pemuda itu terkenal dengan bagus akhlak dan budi pekertinya.
Setelah sang ibu mendesaknya, dia
(calon mempelai perempuan tersebut) berkata kepada ibunya, “Sesungguhnya
Allah Maha menutupi (dosa hamba-hamba-Nya), dan Dia telah menutupiku.
Tinggalkanlah aku dan urusanku…” Di hadapan desakan sang ibu yang sangat
bingung dengan perkara itu, dia berterus terang kepada sang ibu bahwa
dirinya telah kehilangan kehormatannya, namun dia telah bertaubat. Dan
bahwa peristiwa itulah yang menyebabkan sikap komitmennya terhadap
agamanya, sekaligus sebab penolakannya untuk menikah. Ia meminta ibunya
agar merahasiakan perkara itu, dan bahwa ia akan menebus sebab
kesalahannya. Ibunya memikirkan perkara itu dan berkata, “Putriku!
Selama kamu telah bertaubat kepada Allah, sedang Allah menerima taubat
hamba-hamba-Nya dan memaafkan banyak dosa, maka biarkan aku meminta
pendapat pemuda itu, barangkali ia akan menerima atau menutupinya…”
Setelah melalui musyawarah dan diskusi
yang panjang, gadis itu pun menerima usulan itu. Sang ibu pun pergi,
tidak tahu entah bagaimana akan membuka berita buruk ini kepada sang
calon pengantin. Setelah sempat bimbang, tidak lama kemudian ia meminta
supaya pemuda itu menemuinya.
Ketika pemuda itu datang, ia membuka
permasalahan itu kepadanya dan meminta pendapatnya. Ia menceritakan
bahwa putrinya menjadi komitmen terhadap agama setelah perbuatan itu dan
telah bertaubat kepada Allah, inilah sebab penolakannya untuk menikah…
Pemuda itu berpikir sejenak, kemudian
berkata kepadanya, “Saya sepakat untuk menikah dengannya selama ia telah
bertaubat dan kembali kepada Allah dan istiqamah. Dahulu sebelum
komitmenku terhadap agama, aku sendiri berada dalam kemaksiatan dan
kemungkaran. Sementara kita tidak tahu siapakah yang diterima taubatnya
di sisi Allah.”
Wajah sang ibu itu berseri mendengar
berita gembira ini dan segera pergi menemui putrinya dengan penuh suka
cita, dan dalam waktu yang bersamaan ia merasa takjub dengan sikap
ksatria dan keputusan baik pemuda itu, lalu memberitahukan kabar gembira
itu kepada putrinya. Dan pernikahan pun terlaksana.
Ketika bertemu, sang wanita banyak
menangis. Sementara bahasa isyaratnya mengatakan, “Betapa engkau
laki-laki cerdas. Aku akan menjadi istri yang taat bagimu.” Dan Allah
pun mempertemukan mereka berdua dengan kebaikan.
Sumber:
90 Kisah Malam Pertama karya Abdul Muththalib Hamd Utsman, edisi terjemah cet. Pustaka Darul Haq Jakarta, alsofwah.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar