Sabtu, 23 Mei 2015

Gadis Itu Kehilangan Kehormatannya

Seorang pemuda yang komitmen beragama maju untuk menikah. Dia mulai mencari calon pasangan perempuan. Syarat satu-satunya adalah agar dia seorang wanita yang komitmen, berakhlak, dan kuat agama. Dan setelah melalui pencarian, kini dia telah menemukan gadis tersebut, sebagaimana ciri-ciri yang diinginkan.

Setelah melamar, dan ketika ia telah bersiap-siap untuk menikah, tiba-tiba calon mempelai perempuan menolak dan mengatakan bahwa dia tidak ingin menikah. Keluarganya terheran melihat keputusannya yang mengagetkan, setelah sebelumnya memberikan kesanggupan. Pemuda itu meminta sang gadis untuk menjelaskan penolakannya, namun justru ia membawakan alasan-alasan yang lemah. Setelah itu, perkaranya ditangani oleh ibunya yang merasa sangat sedih dengan keputusan ini. Terlebih, pemuda itu terkenal dengan bagus akhlak dan budi pekertinya.

Setelah sang ibu mendesaknya, dia (calon mempelai perempuan tersebut) berkata kepada ibunya, “Sesungguhnya Allah Maha menutupi (dosa hamba-hamba-Nya), dan Dia telah menutupiku. Tinggalkanlah aku dan urusanku…” Di hadapan desakan sang ibu yang sangat bingung dengan perkara itu, dia berterus terang kepada sang ibu bahwa dirinya telah kehilangan kehormatannya, namun dia telah bertaubat. Dan bahwa peristiwa itulah yang menyebabkan sikap komitmennya terhadap agamanya, sekaligus sebab penolakannya untuk menikah. Ia meminta ibunya agar merahasiakan perkara itu, dan bahwa ia akan menebus sebab kesalahannya. Ibunya memikirkan perkara itu dan berkata, “Putriku! Selama kamu telah bertaubat kepada Allah, sedang Allah menerima taubat hamba-hamba-Nya dan memaafkan banyak dosa, maka biarkan aku meminta pendapat pemuda itu, barangkali ia akan menerima atau menutupinya…”

Setelah melalui musyawarah dan diskusi yang panjang, gadis itu pun menerima usulan itu. Sang ibu pun pergi, tidak tahu entah bagaimana akan membuka berita buruk ini kepada sang calon pengantin. Setelah sempat bimbang, tidak lama kemudian ia meminta supaya pemuda itu menemuinya.

Ketika pemuda itu datang, ia membuka permasalahan itu kepadanya dan meminta pendapatnya. Ia menceritakan bahwa putrinya menjadi komitmen terhadap agama setelah perbuatan itu dan telah bertaubat kepada Allah, inilah sebab penolakannya untuk menikah…

Pemuda itu berpikir sejenak, kemudian berkata kepadanya, “Saya sepakat untuk menikah dengannya selama ia telah bertaubat dan kembali kepada Allah dan istiqamah. Dahulu sebelum komitmenku terhadap agama, aku sendiri berada dalam kemaksiatan dan kemungkaran. Sementara kita tidak tahu siapakah yang diterima taubatnya di sisi Allah.”

Wajah sang ibu itu berseri mendengar berita gembira ini dan segera pergi menemui putrinya dengan penuh suka cita, dan dalam waktu yang bersamaan ia merasa takjub dengan sikap ksatria dan keputusan baik pemuda itu, lalu memberitahukan kabar gembira itu kepada putrinya. Dan pernikahan pun terlaksana.

Ketika bertemu, sang wanita banyak menangis. Sementara bahasa isyaratnya mengatakan, “Betapa engkau laki-laki cerdas. Aku akan menjadi istri yang taat bagimu.” Dan Allah pun mempertemukan mereka berdua dengan kebaikan.
 
Sumber: 
90 Kisah Malam Pertama karya Abdul Muththalib Hamd Utsman, edisi terjemah cet. Pustaka Darul Haq Jakarta, alsofwah.or.id

Tak Jadi Bertemu karena Tahajud



Suatu malam, seorang hamba yang shalih bernama Qais bin Muslim berkunjung kepada saudara seakidahnya, yakni Muhammad Ibnu Jihadah. Dia mendatanginya saat dia masih berada di dalam mesjid setelah isya. Ketika itu, Qais sedang shalat malam. Maka, Muhammad pun shalat di salah satu sudut mesjid yang lain. Mereka berdua tetap shalat di tempatnya masing-masing sampai fajar terbit. Muhammad tidak mengetahui jika Qais datang menengoknya.

Qais bin Muslim adalah seorang imam mesjid. Kemudian, Qais pulang ke kampungnya untuk mengimami kaumnya. Dengan demikian, keduanya belum saling bertemu, karena Muhammad juga tidak mengerti jika Qais mengunjunginya.

Beberapa orang jemaah mesjid berkata kepada Muhammad, “Saudaramu Qais bin Muslim tadi malam mengunjungimu. Kamu belum menemuinya. Cobalah kamu kembali lagi untuk menemuinya!” Muhammad menjawab, “Aku tidak tahu di mana dia saat itu!”
Setelah pagi, Muhammad menemui Qais. Ketika Qais melihat Muhammad menemuinya, ia bangkit lalu berpelukan yang menyebabkan keduanya menangis. (Shifatush Shafwah: 3/127)
Sumber: 99 Kisah Orang Shalih, Muhammad bin Hamid Abdul Wahab, Darul Haq, Cetakan ke-5, Shafar 1430/2009.

Jumat, 22 Mei 2015

Mengapa Nabi Muhammad di utus di ARAB?



Usia bumi telah tua. Lebih tua dari masa pertama saat Adam dan istrinya, Hawa, menginjakkan kaki di permukaannya. Silih berganti zaman dan keadaan. Manusia yang hidup di atasnya pun bergiliran. Allah utus rasul-rasul untuk mereka. Menyempurnakan fitrah yang telah dibawa. Hingga akhirnya diutus Muhammad bin Abdullah di Jazirah Arab.

Lalu timbul pertanyaan, “Mengapa Arab?” “Mengapa tanah gersang dengan orang-orang nomad di sana dipilih menjadi tempat diutusnya Rasul terakhir ini?” Tidak sedikit umat Islam yang bertanya-tanya penasaran tentang hal ini. Mereka berusaha mencari hikmahnya. Ada yang bertemu. Ada pula yang meraba tak tentu arah.

Para ulama mencoba menyebutkan hikmah tersebut. Dan dengan kerendahan hati, mereka tetap mengakui hakikat sejati hanya Allah-lah yang mengetahui. Para ulama adalah orang yang berhati-hati. Jauh lebih hati-hati dari seorang peneliti. Mereka jauh dari mengedepankan egoisme suku dan ras. Mereka memiliki niat, yang insya Allah, tulus untuk hikmah dan ilmu.

Zaid bin Abdul Karim az-Zaid dalam Fiqh as-Sirah menyebutkan di antara latar belakang diutusnya para rasul, khusunya rasul terakhir, Muhammad , di Jazirah Arab adaalah:
Pertama: Jazirah Arab adalah tanah merdeka.
Jazirah Arab adalah tanah merdeka yang tidak memiliki penguasa. Tidak ada penguasa yang memiliki kekuasaan politik dan agama secara absolut di daerah tersebut. Berbeda halnya dengan wilayah-wilayah lain. Ada yang dikuasai Persia, Romawi, dan kerajaan lainnya.

Kedua: Memiliki agama dan kepercayaan yang beragam.
Mereka memang orang-orang pagan penyembah berhala. Namun berhala mereka berbeda-beda. Ada yang menyembah malaikat. Ada yang menyembah bintang-bintang. Dan ada pula yang menyembah patung –ini yang dominan-.
 Patung yang mereka sembah pun bermacam ragam. Setiap daerah memiliki patung jenis tertentu. Keyakinan mereka beragam. Ada yang menolak, ada pula yang menerima.
Di antara mereka juga terdapat orang-orang Yahudi dan Nasrani. Dan sedikit yang masih berpegang kepada ajaran Nabi Ibrahim yang murni.

Ketiga: Kondisi sosial yang unik mungkin bisa dikatakan istimewa tatkala itu. Mereka memiliki jiwa fanatik kesukuan (ashabiyah).
Orang Arab hidup dalam tribalisme, kesukuan. Pemimpin masyarakat adalah kepala kabilah. Mereka menjadikan keluarga sendiri yang memimpin suatu koloni atau kabilah tertentu. Dampak positifnya kentara saat Nabi memulai dakwahnya. Kekuatan bani Hasyim menjaga dan melindungi beliau dalam berdakwah.
Apabila orang-orang Quraisy menganggu pribadi beliau, maka paman beliau, Abu Thalib, datang membela. Hal ini juga dirasakan oleh sebagian orang yang memeluk Islam. Keluarga mereka tetap membela mereka.

Keempat: Jauh dari peradaban besar.
Mengapa jauh dari peradaban besar merupakan nilai positif? Karena benak mereka belum tercampuri oleh pemikiran-pemikiran lain. Orang-orang Arab yang tinggal di Jazirah Arab atau terlebih khusus tinggal di Mekah, tidak terpengaruh pemikiran luar. Jauh dari ideologi dan peradaban majusi Persia dan Nasrani Romawi. Bahkan keyakinan paganis juga jauh dari mereka. Sampai akhirnya Amr bin Luhai al-Khuza’I kagum dengan ibadah penduduk Syam. Lalu ia membawa berhala penduduk Syam ke Jazirah Arab.
Jauhnya pengaruh luar ini, membuat jiwa mereka masih polos, jujur, dan lebih adil menilai kebenaran wahyu.

Kelima: Secara geografi, Jazirah Arab terletak di tengah dunia.
Memang pandangan ini terkesan subjektif. Tapi realitanya, Barat menyebut mereka dengan Timur Tengah. Geografi dunia Arab bisa berhubungan dengan belahan dunia lainnya. Sehingga memudahkan dalam penyampaian dakwah Islam ke berbagai penjuru dunia. Terbukti, dalam waktu yang singkat, Islam sudah menyebar ke berbagai penjuru dunia. Ke Eropa dan Amerika.

Keenam: Mereka berkomunikasi dengan satu Bahasa yaitu bahasa Arab.
Jazirah Arab yang luas itu hanya memiliki satu bahasa untuk komunikasi di antara mereka, yaitu Bahasa Arab. Adapun wilayah-wilayah lainnya memiliki banyak bahasa. Saat itu, di India saja sudah memiliki 15 bahasa resmi (as-Sirah an-Nabawiyah oleh Abu al-Hasan an-Nadawi, Cet. Jeddah: Dar asy-Syuruq. Hal: 22).
Bayangkan seandainya di Indonesia, masing-masing daerah berbeda bahasa, bahkan sampai ratusan bahasa. Komunikasi akan terhambat dan dakwah sanag lambat tersebar karena kendala bahasa saja. Dalam waktu yang lama, dakwah Islam mungkin belum terdengar ke belahan dunia lainnya karena disibukkan dengan kendala ini.

Ketujuh: Banyaknya orang-orang yang datang ke Mekah.
Mekah telah menjadi tempat istimewa sejak masa Nabi Ibrahim dan Ismail ‘alaihimassalam. Oleh karena itu, banyak utusan dari wilayah Arab lainnya datang ke sana. Demikian juga jamaah haji. Pedagang. Para ahli syair dan sastrawan. Keadaan ini mempermudah untuk menyebarkan risalah kenabian. Mereka datang ke Mekah, lalu kembali ke kampung mereka masing-masing dengan membawa berita risalah kerasulan.

Kedelapan: Faktor penduduknya.
Ibnu Khladun membagi bumi ini menjadi tujuh bagian. Bagian terjauh adalah kutub utara dan selatan. Inilah bagian yang ia sebut dengan bagian satu dan tujuh. Kemudian ia menyebutkan bagian dua dan enam. Kemudian bagian tiga dan lima. Kemudian menunjuk bagian keempat sebagai pusatnya. Ia tunjuk bagian tersebut dengan mengatakan, “wa sakanaha (Arab: وسكانها).
Penduduk Arab adalah orang-orang yang secara fisik proporsional; tidak terlalu tinggi dan tidak pendek. Tidak terlalu besar dan tidak kecil. Demikian juga warna kulitnya. Serta akhlak dan agamanya. Sehingga kebanyakan para nabi diutus di wilayah ini. Tidak ada nabi dan rasul yang diutus di wilayah kutub utara atau selatan. Para nabi dan rasul secara khusus diutus kepada orang-orang yang sempurna secara jenis (tampilan fisik) dan akhlak. Kemudian Ibnu Khaldun berdalil dengan sebuah ayat:
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia…” (QS. Ali Imran: 110). (Muqaddimah Ibnu Khaldun, Cet. Bairut: Dar al-Kitab al-Albani. Hal: 141-142).
Karena pembicaraan pertama dalam ayat tersebut ditujukan kepada orang Arab, yakni para sahabat. Kemudian barulah umat Islam secara umum.

Secara realita, kita juga meyakini, memang ada bangsa yang unggul secara fisik. Contohnya ras Mongoloid. Sebuah istilah yang pernah digunakan untuk menunjuk karakter umum dari sebagian besar penghuni Asia Utara, Asia Timur, Asia Tenggara, Madagaskar di lepas pantai timur Afrika, beberapa bagian India Timur Laut, Eropa Utara, Amerika Utara, Amerika Selatan, dan Oseania. Memiliki ciri mata sipit, lebih kecil, dan lebih pendek dari ras Kaukasoid.

Ras Kaukasoid adalah karakter umum dari sebagian besar penghuni Eropa, Afrika Utara, Timur Tengah, Pakistan dan India Utara. Walaupun penelitian sekarang telah merubah steorotip ini. Namun hal ini bisa kita jadikan pendekatan pemahaman, mengapa Ibnu Khladun menyebut Timur Tengah sebagai “sakanaha”.
Artinya ada fisik yang lebih unggul. Mereka yang sipit ingin mengubah kelopak mata menjadi lebih lebar. Mereka yang pendek ingin lebih tinggi. Naluri manusia menyetujui bahwa Kaukasia lebih menarik. Atau dalam bahasa lain lebih unggul secara fisik.

Namun Allah Ta’ala lebih hikmah dan lebih jauh kebijaksanaannya dari hanya sekadar memandang fisik. Dia lengkapi orang-orang Kaukasia yang ada di Timur Tengah dengan perangai yang istimewa. Hal ini bisa kita jumpai di buku-buku sirah tentang karakter bangsa Arab pra-Islam. Mereka jujur, polos, berkeinginan kuat, dermawan, dll. Kemudian Dia utus Nabi-Nya, Muhammad di sana.
Mudah-mudahan bermanfaat…

Daftar Pustaka:
– Az-Zaid, Zaid bin Abdul Karim. 1424 H. Fiqh as-Sirah. Riyadh: Dar at-Tadmuria.

Berbagi Kisah - Dajjal, Ya’juj dan Ma’juz, Turunnya Nabi Isa






Dari Nawas bin Sam’an, dia berkata, “Pada suatu pagi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berbicara mengenai Dajjal. Kadang-kadang beliau merendahkan suaranya, kadang-kadang meninggikannya, sehingga kami merasa seolah-olah berada dalam sekelompok lebah. Pada petang hari, kami mendatangi beliau dan beliau sudah mengetahui persoalan kami.

Beliau bertanya, ‘Apa kabar kalian?’ Kami menjawab, ‘Wahai Rasulullah, tadi pagi Anda berbicara mengenai Dajjal. Kadang-kadang Anda merendahkan suara dan kadang-kadang meninggikannya, sehingga kami seolah-olah berada dalam sekerumunan lebah.’

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Bukan Dajjal yang mengkhawatirkanku terhadap kalian semua. Jika ia muncul dan aku masih berada di antara kamu, tentu aku akan membelamu atasnya. Dan jika ia muncul, sedangkan aku sudah tidak ada di sampingmu, maka setiap manusia akan menjadi pembela atas dirinya sendiri, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menggantikanku menjadi pembela atas setiap orang muslim. Dajjal adalah pemuda berambut keriting, matanya picek dan aku lebih cenderung mengumpamakannya seperti Abdul Uzza bin Qathan. Barangsiapa di antara kamu yang bertemu dengannya, bacakan kepadanya permulaan surat Al-Kahfi. Dia akan muncul di suatu tempat sunyi antara Syam dan Iraq, lalu dia merusak ke kanan dan ke kiri. Wahai hamba Allah, karena itu teguhkan pendirianmu!’

Kami bertanya, ‘Wahai Rasulullah, berapa lama dia tinggal di bumi?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ’40 hari. Satu hari seperti setahun, satu hari seperti sebulan, satu hari seperti sepekan, dan selebihnya seperti hari-hari kamu sekarang.’

Kami bertanya, ‘Wahai Rasulullah, ketika sehari seperti setahun, cukuplah bagi kami kalau shalat hanya sehari?’ Beliau menjawab, ‘Tidak, tetapi hitunglah bagaimana pantasnya.’
Kami bertanya, ‘Wahai Rasulullah, berapa kecepatan berjalan di bumi?’ Beliau menjawab, ‘Seperti hujan ditiup angin.’ Dia mendatangi suatu kaum, maka diajaknya kaum itu supaya beriman kepadanya, lalu mereka beriman dan mematuhi segala perintahnya. Dia memerintahkan langit supaya hujan, maka tumbuhlah tumbuh-tumbuhan di muka bumi. Bila hari telah petang, ternak mereka pulang ke kandang dalam keadaan lebih gemuk dan dengan susu yang lebih besar karena cukup makan.

Kemudian dia mendatangi kaum yang lain dan mengajak mereka supaya beriman kepadanya, tetapi mereka menolak ajakannya. Maka dia berlalu dari mereka. Besok pagi negeri mereka akan kering kerontang dan kekayaan mereka habis ludes. Kemudian dia lewat di suatu negeri yang telah rusak binasa. Dia berkata, ‘Keluarkan perbendaharaanmu!’ Maka keluarlah seluruh kekayaan negeri itu dan pergi mengikuti Dajjal seperti pemimpin lebah diikuti rakyatnya.

Kemudian dia memanggil seorang remaja muda. Dia (Dajjal, ed) lalu memukulnya dengan pedang sehingga anak muda itu terbelah dua dan belahannya terlempar sejauh anak panah yang dilepaskan dari busurnya. Dajjal memanggil tubuh yang telah terbelah itu kembali, kemudian dia datang seutuhnya dan dengan wajah berseri-seri sambil tertawa.

Sementara Dajjal asyik dengan perbuatan-perbuatannya yang merusak. Allah Subhanahu wa Ta’ala membangkitkan Isa Al-Masih Ibnu Maryam. Dia diturunkan Allah dekat menara putih di sebelah timur Damaskus, memakai dua pakaian berwarna, berpegang pada sayap dua malaikat. Apabila menundukkan kepala, hujan pun turun, dan apabila ia menengadahkan kepala, berjatuhan darinya biji-biji perak bagaikan mutiara.

Setiap orang kafir yang mencium baunya langsung mati. Bau napasnya tercium sejauh mata memandang. Maka dicarinya Dajjal dan bertemu olehnya di pintu gerbang kota Lud (sebuah kota dekat Baitul Maqdis), lalu dia membunuh Dajjal. Kemudian Isa bin Maryam mendatangi kaum yang dipelihara Allah dari kejahatan Dajjal. Maka dia mengusap wajah mereka dan mengabarkan kepada mereka tentang kedudukannya di surga. Pada saat seperti itu, Allah mewahyukan kepada Isa, ‘Sungguh, Aku mengeluarkan hamba-hamba-Ku yang tidak terkalahkan oleh siapa pun. Karena itu, selamatkanlah hamba-hamba-Ku (yang shalih) ke bukit Thur.’

Lalu, Allah Subhanahu wa Ta’ala membangkitkan Ya’juj dan Ma’juj. Mereka turun melandai dari tampat yang tinggi. Gelombang pertama melewati Danau Thabariyah, lalu mereka meminum habis air telaga tersebut. Kemudian, lewat pula rombongan yang lain. Mereka berkata, ‘Sesungguhnya dahulu di sini ada air.’ Kemudian Nabi Isa dan para sahabat beliau terkepung sehingga sebuah kepala sapi lebih berharga bagi mereka daripada seratus dinar bagi seseorang pada hari itu (karena kekurangan makanan).

Nabi Isa bin Maryam dan para sahabatnya berdoa, kemudian Allah mengirim kepada mereka penyakit hidung seperti yang menimpa hewan-hewan, sehingga pagi harinya mereka semua mati. Kemudian, Nabi Isa dan para sahabatnya turun ke bumi. Tetapi tidak sejengkal tanah pun didapatinya melainkan penuh dengan bangkai-bangkai busuk. Kemudian, Nabiyullah Isa dan para sahabatnya berdoa, semoga Allah berkenan menyingkirkan bangkai-bangkai busuk itu.

Maka, Allah mengutus burung-burung sebesar unta yang mengangkat bangkai-bangkai tersebut dan melemparkannya ke tempat yang dikehendaki Allah. Kemudian Allah menurunkan hujan, sehingga bersihlah bumi dari rumah tanah liat dan rumah-rumah bulu. Sehingga, bumi kelihatan bersih seperti kaca.

Kemudian Allah memerintahkan kepada bumi, ‘Tumbuhkanlah tumbuh-tumbuhanmu dan kembalikan keberkatanmu!’ Seketika itu, sekelompok keluarga kenyang memakan sebuah delima dan mereka dapat berteduh di bawah kulitnya. Rezeki mereka sangat berkah, sehingga susu seekor unta cukup untuk orang sekampung, susu seekor sapi cukup untuk orang sekabilah, susu seekor biri-biri cukup untuk sekelompok keluarga dekat.

Ketika mereka sedang berada dalam keridhaan Allah yang demikian, tiba-tiba Allah mengirim angin sejuk lewat ketiak mereka, maka tercabutlah ruh setiap orang mukmin dan orang muslim. Maka, tinggallah orang-orang jahat belaka, mereka bercampur-baur seperti keledai. Maka, ketika itu terjadilah kiamat.”

61 Kisah Pengantar Tidur, Muhammad bin Hamid Abdul Wahab, Darul Haq, Cetakan VI, 2009.
(Dengan penataan bahasa oleh redaksi www.KisahMuslim.com)

Berbagi Kisah - Seorang Mualaf Wanita Karena Celana Dalam



Mungkin kedengaran aneh dan janggal. Hidayah memang bisa datang kapan saja dan pada siapa saja. Selama ini mungkin kita lebih sering mendengar masuk islamnya seorang non muslim kedalam islam di sebabkan hal-hal luar biasa dan penting. Seperti dokter Miller seorang penginjil Kanada yang masuk islam setelah menjumpai I’jaz Qur’an dari berbagai segi.Tapi yang ini benar-benar tidak biasa. Ya, masuk islam gara-gara celana dalam!

Fakta ini dikisahkan Doktor Sholeh Pengajar di sebuah perguruan Tinggi Islam di Saudi, saat ditugaskan ke Inggris. Ada seorang perempuan tua yang biasa mencuci pakaian para mahasiswa Inggris termasuk pakaian dalam mereka.

Tidak ada sisi menarik pada wanita ini, tua renta, pegawai rendahan dan hidup sendirian. Setiap kali bertemu dia selalu membawa kantong plastik berukuran besar yang terisi penuh dengan pakaian kotor. Untuk pekerjaan kasar seperti ini penghuni rumah jompo ini terbilang cekatan di usianya yang sudah terbilang uzur.Di Inggris, masyarakat yang memiliki anggota keluarga lansia biasanya cenderung memasukkan mereka ke panti jompo. Dan tentu saja keadaan miris ini harus diterima kebanyakan para orangtua dengan besar hati agar tidak membebani anak mereka. Namun di tengah kondisi seperti itu sepertinya tidak membuat kecil hati tokoh kita ini yang justeru begitu getol mengisi hari-harinya bergelut dengan cucian kotor.

Wanita baya itu lebih suka dipanggil auntie atau bibi. Dia sudah bekerja sebagai petugas laundry hampir separuh usianya. Beruntung baginya masih ada instansi yang bersedia mempekerjakan para manula.

“Aku merasa dihargai meski sudah tua. Lagipula, orang-orang seperti aku ini sudah tidak ada yang mengurus, kalau bukan diri sendiri. Anak-anakku sudah menikah dan tinggal bersama keluarga mereka masing-masing. Suamiku sudah meninggal. Walaupun anak-anak suka menjenguk, tapi aku tetap ingin punya kegiatan sendiri untuk mengisi masa tua,” ujarnya

“Bukan untuk kerja yang berat memang, tapi setidaknya, selain menambah penghasilan juga mengisi hari tua. Mungkin itu lebih baik daripada harus tinggal diam di panti jompo.” Ujarnya lagi dengan wajah sendu.

“Sedih juga kalau harus tinggal sendirian. Seperti seorang temanku. Dia juga dulu bekerja sebagai petugas laundry bersamaku. Sampai akhirnya, anak perempuan satu-satunya menikah. Namun setelah menikah, anak perempuannya itu tidak pernah menghubunginya,” bibi berkisah.

Bagi sang Bibi profesinya sebagai petugas laundry justeru membuatnya lebih dekat dengan sepak terjang, liku-liku penghuni asrama yang rata-rata adalah mahasiswa dari luar Inggris. Sang Bibi paham betul kebiasaan para mahasiswa yang tinggal di asrama ini selain belajar sehari-hari, adalah pergi clubbing sekedar “having fun”. Banyak asrama memiliki bar, café, ruang duduk untuk menonton televisi, ruang musik dan fasilitas olahraga sendiri.

Dan salah satu sisi negatif pergaulan dengan orang Inggris adalah bila mereka sudah dekat botol miras, biasalah mereka sampai benar-benar mabuk. Dan dapat dibayangkan kekacauan yang terjadi. Muntah merata di sebarang tempat, kencing dalam celana dan sebagainya. Inilah perbuatan paling bodoh yang pernah dilakukan oleh manusia sejak terciptanya minuman beralkohol. Bukan saja menghilangkan akal sehat, tetapi juga si pemabuk akan merasa kelelahan dan sakit kepala yang teramat sangat (hangover).

Saat para penghuni asrama masih dibuai mimpi karena kelelahan habis clubbing semalaman suntuk. Tinggalah sang Bibi memunguti pakaian kotor itu setiap hari. Dan terkadang harus diangkut dari kamar, jauh sebelum mereka bangun dari tidur. Kemudian disortir dengan teliti satu persatu berdasarkan jenis bahan, ukuran, warna dan yang lebih spesifik lagi dipisahkankannya pakaian dalam dari yang lain. Begitu pekerjaan rutin itu dilakukan dengan penuh dedikasi tinggi walau diujung usianya yang semakin menua.

Waktu terus berjalan, sementara sang Bibi tanpa putus asa terus bergelut dengan ‘dunia kotor’nya. Idealnya di penghujung usianya itu seharusnya masa bagi seseorang menuai hasil kerja payahnya di masa muda. Namun situasilah yang menyebabkan dia harus menanggung berbagai persoalan hidup, maka sungguh itu merupakan masa tua yang tidak membahagiakan. Di dalam kondisi yang sudah tidak mampu banyak berbuat, dia justru dituntut harus banyak berbuat. Dalam kondisi produktivitas menurun ia justru dituntut untuk berproduksi tinggi.

Entah sampai kapan dia harus melakoni pekerjaan itu. Maka sampailah suatu saat asramanya kedatangan penghuni baru yaitu beberapa mahasiswa muslim dari Timur Tengah yang mendapat tugas belajar dari negaranya. Mereka sudah terdaftar akan menempati salah satu kamar di asrama tempat sang Bibi bekerja.

Bagi kebanyakan pelajar timur tengah sangat langka memilih tinggal di asrama. Mereka biasanya membeli rumah atau flat yang sudah disesuaikan untuk menampung kelompok kecil siswa, pasangan atau keluarga. Ada juga beberapa pemilik tempat perorangan mengijinkan rumah-rumah mereka dikelola dan disewakan.

Tinggal di asrama merupakan cara terbaik untuk bertemu orang-orang baru dan menjalin persahabatan yang langgeng. Inilah salah satu pertimbangan mereka memilih tinggal di asrama. Kesadaran inilah yang menepis kekhawatiran akan terjadinya gegar budaya atau “cultural shock“.

Hidup dalam komunitas non muslimlah justeru kita dituntut untuk membuktikan nilai-nilai Islam yang tinggi ini sebagai sebuah solusi bagi manusia. Tentunya ini adalah pekerjaan dakwah yang merupakan tanggungjawab setiap muslim dimana saja berada. Dengan tetap menjaga keistimewaan kita sebagai muslim yaitu kesalehan.

Hari-hari terus berlalu, tampaknya si Bibi ini betul-betul perhatian dengan apa yang dicucinya. Sampai-sampai dia tahu ini pakaian si A, ini si B dan seterusya. Tidak terkecuali dengan pakaian kotor milik mahasiswa dari Timur Tengah tadi. Namun saat dilakukan sortir pakaian dalam, si Bibi merasa ada sesuatu yang tidak biasa, karena dari semua pakaian yang dicucinya, hanya pakaian muslim arab saja yang terlihat tidak kotor, tidak berbau, tidak kumuh dan tidak banyak noda dipakaiannya.

Kejadian langka ini semakin mendorong rasa penasaran si Bibi. Lagi-lagi pencuci pakaian di asrama ini selalu merasa aneh saat mencuci celana dalam mereka. Berbeda dengan yang lain, kedua pakaian dalam mereka selalu tak berbau.


Maka masih dalam keadaan penasaran, si Bibi memutuskan bertanya langsung dengan ‘pemilik
celana dalam’ itu. Saat ditanya kenapa. Dua orang ini menjawab, ”Kami selalu istinja setiap kali kencing.” Pencuci baju ini bertanya lagi, ”Apakah itu diajarkan dalam agamamu?”
“Ya!” Jawab dua orang pelajar muslim tadi.

Merasa belum yakin 100 persen dengan jawaban itu, akhirnya si Bibi datang menemui salah seorang tokoh muslim yaitu Doktor Sholeh– Pengajar di sebuah perguruan Tinggi Islam di Saudi, saat ditugaskan ke Inggris– Wanita tua ini menceritakan keheranannya selama bertugas perihal adanya pakaian dalam yang ‘aneh’.

Ada beberapa pakaian dalam yang tidak berbau seperti kebanyakan mahasiswa umumnya, apa sebabnya? Maka ustadz ini menceritakan karena pemiliknya adalah muslim, agama kami mengajarkan bersuci setiap selesai buang air kecil maupun buang air besar, tidak seperti mereka yang tidak perhatian dalam masalah seperti ini.

Betapa terkesan ibu tua ini jika untuk hal yang kecil saja Islam memperhatikan apatah lagi untuk hal yang besar, pikir pencuci baju itu. Dan tidak lama kemudian ia mengikrarkan syahadat, masuk Islam dengan perantaraan pakaian dalam!

Tidak disangka ternyata diam-diam si tukang cuci masuk Islam, gemparlah para mahasiswa yang tinggal di asrama tersebut, yang kebanyakan adalah non muslim. Mereka berusaha ingin tahu sebab musabab si Bibi masuk islam. Dia menjawab dengan yakin bahwa dirinya sangat kagum dengan kawan muslim Arab ini, karena dari semua pakaian yang dicucinya, hanya pakaiannya sajalah yang terlihat tidak macam-macam. Dan dengan hidayah Allah Swt, dirinya dapat membedakan antara pakaian seorang muslim dan non muslim.

Hidayah memang bisa datang kapan saja dan pada siapa saja. Selama ini mungkin kita lebih sering mendengar masuk Islamnya seorang non muslim ke dalam Islam lebih disebabkan pada hal-hal luar biasa dan penting. Tapi yang ini benar-benar tidak biasa. Mendapat hidayah di penghujung usia gara-gara pakaian dalam!Sungguh takdir Allah benar-benar telah jatuh berketepatan dengan kegigihannya selama ini mengisi hari-hari di sisa hidupnya sebagai petugas laundry. Disinilah letak rahasia nikmat Allah yang agung yang mempertemukan antara takdirNya dan ikhtiar manusia. Sungguh Allah tidak pernah menyia-nyiakan amal seorang hambaNya.

(Di kutip dari: Majalah Al-Qawwam edisi 15, dzul qa’dah 1427 H Badiah, Riyadh )

REVIEW MAKANAN 9: STEAK HOTEL BY HOLYCOW

Nah kali ini aku makan steak yang bisa dibilang ga mahal-mahal banget dan ga murah-murah banget, apalagi kalau ada promo yang kalian bisa...